Hai, aku si anak tengah.
ini sedikit kisah hidupku. Aku adalah anak yang jarang mengungkapkan emosiku. Sejak kecil, aku merasa seperti bayangan di keluargaku yg ada, tapi sering tidak dianggap. Aku sering menjadi sasaran amarah, seakan akan semua kesalahan selalu jatuh kepadaku. Apa pun yang terjadi, aku yang disalahkan, meskipun aku sendiri tidak tau apa salahku. Ibuku mudah sekali terbawa emosi, dan kakakku pun mengikuti sifatnya. Di rumah, suara mereka sering terdengar lebih keras dari pada suara hatiku sendiri. Di balik itu, ayahku hanya diam, tidak pernah membelaku, tidak pernah menenangkan. Aku sering berharap ada seseorang yang berdiri di sisiku, tetapi yg kutemukan hanyalah sebuah kata yg menyesakkan.
Didikan di keluargaku tidak hanya keras secara mental, tetapi juga fisik. Aku terbiasa dengan bentakan, pukulan, dan perlakuan yang membuatku merasa kecil. Aku belajar menyimpan semuanya sendiri, menelan luka-luka itu dalam diam. Tidak ada tempat untukku mengungkapkan perasaan (kecuali hari ini aku memberanikan diri menulis sedikit cerita ku disini :)), karena setiap kali aku mencoba, aku hanya dianggap berlebihan atau bahkan dicemooh.
Sejak aku smp - kuliah aku menempuh pendidikan jauh dari rumah. Bukan karena aku membenci keluarga ku, tetapi karena aku butuh ruang untuk bernapas. Rumah, yang seharusnya menjadi tempat ternyaman, justru menjadi sumber trauma yang masih kusimpan hingga hari ini. Aku sering terbangun dengan perasaan cemas, merasa takut melakukan kesalahan, takut membuat orang marah, bahkan terhadap hal-hal kecil. Aku tidak pandai mengungkapkan perasaan. Aku terbiasa menahan segalanya sendiri. Bahkan di tempat umum, aku sering merasa panik dan gemetar tanpa alasan yang jelas. Aku ingin sembuh, ingin belajar mengenali dan menerima emosiku, tetapi kadang rasanya sulit. Aku hanya berharap suatu hari nanti, aku bisa benar-benar merasa aman tanpa takut disalahkan, tanpa takut dihukum, tanpa takut menjadi diriku sendiri.